Rabu, 02 Desember 2015

Hanny dan Maya

Pusing rasanya jika memikirkan pekerjaan yang tak kunjung selesai, tapi bagaimana lagi jika pada akhirnya pekerjaan itulah yang akan membawa kita ke kebahagiaan. Betapa tidak, bonus dan success fee bisa kita gunakan untuk bersenang-senang (mumpung masih bujang). Ya, memang gak semuanya untuk happy-happy, sebagian harus kita berikan kepada mereka-mereka yang berhak menerimanya. Sekadar sharing rejeki lah.

Mungkin bisa kita berikan ke panti asuhan, panti jompo, atau hanya sekedar dimasukkan ke kotak sumbangan yang ada di rumah ibadah. Begitulah rutinitas yang aku lakukan. Yang penting untuk urusan menyelesaikan yang sudah tak tertahan bisa ada alokasi anggarannya, walaupun cuma sedikit. Kalaupun sudah kepepet paling cuma cari film untuk bacol

Sudah dua minggu ini aku berkutat dengan pekerjaan yang harus segera diselesaikan, menjadi supervisor memang membutuhkan perhatian khusus, betapa tidak? Menangani orang-orang di proyek harus membutuhkan ekstra sabar dan tegas kalaupun tidak boleh dibilang keras. Namun begitulah, dan sekarang aku berada dalam keadaan sangat tertekan, super stress, butuh refreshing yang benar-benar menyegarkan (tapi bukan refreshing masuk dalam cool storage atau ngadem dalam kulkas bro). 

Refreshing yang beda dari yang dilakukan orang-orang dan hal yang selalu aku lakukan adalah ML alias melepas biar tidak menjadi batu ganjalan bagi si Joni. Tapi bingung juga, ke lokalisasi sudah menjadi mainstream, ML sama penyanyi karaoke juga sudah menjadi hal yang membosankan, sama tante-tante tapi kok gak ada stok yang tersedia, sama anak SMA?? Waaah itu pantangan terbesar bagiku. TTMku, Okky juga sibuk dengan pekerjaannya. So what I have to do bro?

Yen tak pikir-pikir (quote almarhum Basuki) daripada tambah stress mikir pekerjaan dan mikir pelampiasan, iseng aja aku telpon penyedia jasa layanan pijat plus-plus. Namun malangnya juga tak ada stok yang cocok dengan keinginan, adanya cuma WP kutilang doang, yang ‘memel’ alias body yahud gak ada, entah kemana saja mereka. Mau coba experiment sama ‘shemale’ juga masih belum yakin, nyaman apa gak. Aaahh … bisa-bisa masturbasi yang jadi final destination nya. Masak weekend cuma coli doang modal foto si doi 

Aku mencoba mengirim pesan ke Okky, berharap dia bisa meluangkan waktu sejenak. PING!!! pesan aku kirimkan ke dia. Olala … Doi membalas pesanku, “I’m busy dear, sabar yaaah sayangg … Next week deh kita have some fun … Pasti dede’ kamu lagi tegang yah???” tulisnya dalam BBM sambil mengirimkan foto buah dadanya yang ‘menyegarkan’ … Ahhh … nyari TO di mana lagi nih. Kemudian iseng aku kirim BBM ke Tante Ita, owner salon depan swalayan itu, “Nopo bro? Nyari kimpetan ya?” balasnya dalam BBM. “Ini ada Henny, tapi tau sendiri kan, dia gimana” lanjutnya. Henny sudah sering aku bawa, namun belum pernah dia memberikan kepuasan. “Ya wes gak popo deh Tant, kalo Henny gak mau yaaaa …” balasku. “Yaaa apaaaaah?” balas Tante Ita. “Yaa sama tante sajaaaaa” balasku. “Ndhasmu kuwi ahh Joe” tulis Tante Ita dalam BBMnya. Memang dari dulu aku pengen banget ngentot sama Tante Ita, janda umur 52 tahun beranak 2 namun masih singset dan kenceng kayak personelnya Cherrybelle. Setelah ngomong blablabla, kemudian beliau memberikan nomor telepon si doi, Henny kapster salon cabutan yang biasa nongkrong di salon Tante Ita.

Bak gayung bersambut, kemauanku (semoga kemaluanku juga) direspon Henny dengan baik sekalee  dia mau diajak kencan nanti malam. Tak sabar aku menunggu waktunya pulang kerja. Dan … tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 17.00 bagian Semarang Barat. Tanpa mensiakan waktu, langsung kupacu kuda besi tua inventaris itu menuju tempat yang sudah kami sepakati. Tak lama aku tiba di café dimana Henny menungguku. Sesampainya di sana ternyata Henny tidak sendirian, dia mengajak seorang cewek yang aku belum pernah melihatnya. Sepertinya cewek itu masih lugu, o o siapa diaaaa 

“Wah udah gak sabar ya Joe?” tanya Henny ketika menyambutku. “Iya lah … udah 2 minggu nih gak jalan-jalan lewat situ” jawabku. “Jalan-jalan apaan?” tanya dia lagi. “Jalan-jalan lewat jalan bayi dong” bisikku kepadanya. Henny hanya terkekeh. “Joe … kenalin, ini Maya temenku yang baru” kata Henny memperkenalkan cewek itu kepadaku. “Maya …” kata cewek itu sambil mengulurkan tangannya. “Joe …” sahutku sambil menjabat tangannya erat-erat, halussss sekali telapak tangannya. “Kerja di mana May?” tanyaku pada Maya. “Emmm … kerja freelance, kalau ada event promo” jawabnya. “Owww … kenal Hanny udah lama?” aku bertanya lagi. “Udah … kita kenal waktu ada event di S5” jawabnya. “Owww …” sahutku. “ A O A O … kok koyo wong pekok to Joe (kok kayak orang bego kamu Joe)” tukas Hanny. Kemudian kami memesan menu dan ngobrol kesana-kemari. 

Kling! Ada pesan masuk di BBMku. Ternyata Hanny mengirim pesan, “Ni jadi gak Joe” tulisnya. “Jadi dong” balasku. “Tapi ntar Maya ngikut loh” balasnya. “Lhoohh … ya isin to kalo aku ditonton orang lain” tulisku dalam membalas BBM Hanny. “Wis to pokoke tenang wae … Aku mau kalo Maya boleh ngikut, kalo gak boleh ya mendingan batal aja, besok tak transfer balik duitmu” tulis Hanny. Duh piye iki, mosok ML sama Hanny ditonton Maya. Aku berpikir mendingan ntar Maya suruh buka kamar sendiri aja, biar dia istirahat di sana. “Oke deh, tapi Maya suruh buka kamar sendiri ya” balasku. “Ya gak bisa dong, kita bertiga satu kamar” Hanny membalas pesanku. “Ya wes … ya wes” balasku.

Jiahh … walaupun aku penggila vagina dan petualang kelamin, tapi aku belum pernah ditonton sama orang lain. Setelah membayar order café, kami bertiga segera bergegas menuju kawasan Semarang atas, mencari hotel yang cukup nyaman untuk dipakai. Sebenarnya ada hotel yang biasa aku gunakan di daerah Tumpang, tapi kayaknya aku lagi gak mood ke sana. Mobil terus kupacu dan dalam perjalanan aku malah jadi bingung, belum tahu tujuan yang pasti.

“Joe … kita mau dibawa kemana nih?” tanya Hanny setengah bingung. “Emm … enaknya ke mana ya Han?” aku balik Tanya. “Huh! Lain kali diplanning bener-bener dong” sahutnya. “Ehh Han … mendingan kita sewa villa di Bandungan aja” kata Maya memecah kebuntuan. Benar juga usulan dia, sewa villa. “Gimana Joe? Sewa villa aja lah” sahut Hanny. “Ya wes lah … Langsung ke Bandungan aja kita” sahutku.

Alright, sudah ada tujuan pasti ke mana kita akan menghabiskan malam Sabtu ini … Bandungan, kota dingin dimana dulu aku selalu mbolang ke sana ketika membolos sekolah. Hampir 1 jam menyusuri jalanan akhirnya kita sampai di kawasan Bandungan. 

“Enaknya kita nyanyi nih Joe” kata Hanny. “Iya Joe … biar refresh” sahut Maya sembari melepas sweaternya. “Nyanyi di mana ya” sahutku. “Halah … nggaya ik, biasane kamu nyanyi di mana?” kata Hanny. “Heheheheh … enake nyanyi di J*** aja nih” jawabku. Akhirnya kami bertiga sepakat untuk menuju rumah music J***. Soundsystem di sini mantab, LCnya juga yahud. 2 jam sudah kami bertiga berteriak-teriak melepas penat di room karaoke itu. Ternyata teman Hanny suaranya bagus juga.

Selepas berkaraoke ria, kami meluncur ke kawasan bagian atas Bandungan, dimana banyak villa yang disewakan. Hanny yang kemudian mencari villa untuk kita pakai menginap. Setelah mendapatkan tempat Hanny dan Maya masuk, namun aku kembali keluar untuk mencari snack dan minuman ringan. Dengan meminjam motor penjaga villa aku bergegas menuju minimarket yang hanya berjarak 500 m dari kami menginap. 

Aku tak segera masuk ke minimarket untuk mencari snack dan minuman ringan. Mumpung sendirian, aku iseng berjalan-jalan memutari kawasan itu, tentunya Agan-Aganwati Semproter semua tahu nama kawasan ini. Aku hanya memutari dan kemudian berpindah ke daerah sebelahnya, tak ada yang istimewa. Masih saja seperti dulu. Kemudian aku kembali ke minimarket untuk membeli snack dan segera bergegas menuju villa.

Sesampainya di villa, Hanny dan Maya masih berada di luar. Mereka berdua duduk di teras. “Dari mana saja sih Joe, kok ngilang tadi” kata Maya. “Dari minimarket, beli snack nih … lumayan buat teman nongkrong” sahutku. “Kamu beli S******f gak Joe?” Tanya Hanny. “Wediyaaan … cacik’e sekarang seneng minum itu ik” jawabku, aku terkadang memanggil Hanny dengan sebutan ‘cacik’ karena wajahnya yang oriental. “Halah ngeles … dulu aku minum juga kamu yang ngajarin” sahutnya. Kami bertiga ngobrol sampai larut malam, kebetulan hujan turun agak deras, jadi kami pindah ke ruang tamu. 

Aku masih canggung, bagaimana memulai sequence ngentotin Hanny, soalnya ada Maya disini. Pikirku apa Hanny ngajak Maya biar aku gak jadi ML sama dia. Aku masih bertanya-tanya. “Eh Joe … boleh nanya gak?” tanya Maya kepadaku. “Boleh boleh boleh … tanya apa” jawabku. “Ya tapi ntar kamu jawab jujur ya” sahut Maya. “Siaap Tuan Puteri, hamba akan menjawab dengan sejujurnya” kataku. “Joe … apa tujuan kamu ngajak Hanny ke sini, jawab yang jujur yaaa?” tanya Maya dengan mengerlingkan mata dan mencubit lengan Hanny. Jiah … kayak disamber gledek, masa aku harus jujur menjawabnya. “Emm … emm … ngajak refreshing” jawabku sekenanya. “Aaahh … pasti kamu bohong Joe” sahut Maya sambil tersenyum kecil. Asemmmm … aku kudu piye iki. “Yaa … refreshing, ngajak seger-seger” kataku. “Hemmm … dasar …” sahut Hanny. “Mesti ada tujuan yang lain lah, masa cuma ngajakin refreshing doang, tanggung dong” lanjutnya.”Iya Joe, tanggung kalo cuma refreshing doang” sahut Maya.

Jadi berpikir 12x aku dalam menghadapi mereka. “Joe … ntar kalo kamu jawab jujur, kamu boleh nanya apa aja deh sama kita” kata Maya. “Heheh iya Joe … ngakuo ae, arep ngajak opo awakmu iku” sahut Hanny. “Emmm … jujur wae lah, wong podo ngertine (jujur saja lah, sama-sama ngerti kok)” kata Maya. “May … ngerti gak? Yang pasti Joe mau ngajak kita seneng-seneng” sahut Hanny. “Iya lah, tak ajak senang-senang ntar” kataku. “Ntar jam berapa? Udah jam 10 lho” sahut Maya. “Emmm … ntar pagi Joe?” tanya Hanny. “Tanggung dong kalo udah pagi” sahut Maya. Aku hanya terdiam bengong, bingung mau jawab apa. “Iya deh ntar pagi, sekarang tidur aja. Lagian hujan gini” sahutku. “Tapi bobo bertiga ya Joe … kan Bandungan udaranya dingin, mana hujan pula” kata Maya. Busyet! Kirain pendiam, ternyata cerewet juga dia. “Iya Joe … aku khan takuut kalo bobo berdua sama Maya” sahut Hanny. “Yuukkkkk …” kataku sambil melangkah menuju kamar. 

Di villa itu cuma terdapat dua kamar tidur dan 1 kamar mandi doang. Dan ukuran kamar tidurnya juga gak luas banget. Tapi nyaman untuk ditempati. Akhirnya kami bertiga tidur sekamar, aku tidur di pinggir, Hanny di tengah, dan Maya di ujung satunya. Aku langsung menarik selimut untuk segera tidur, memang benar udaranya dingin sampai ke tulang. “Ehh … enak aja selimutnya dipake sendiri, bertiga dong” kata Maya. “Kalo bertiga kan sama-sama anget Joe” sahut Hanny. Aku hanya diam, akhirnya aku biarkan selimut tebal itu dipakai mereka berdua. Busyeet dingin bener deh pokoknya. 

Iseng-iseng aku beranikan meraba-raba Hanny. “Ihh … tangannya nakal deh” Hanny berbisik sambil memegang tanganku yang berusaha meraba selangkangannya. “Horny nih Han … lagian lu bawa temen segala” bisikku kepadanya. “Raba lagi boleh ya” lanjutku. “Hemm …” Hanny mendengus pelan. Aku kembali meraba selangkangannya, celana legging yang dia pakai nampaknya sudah lembab. “Ahh … sshh … Joe … Ada Maya ssayangg” bisik Hanny sambil menjilati telingaku. Geli rasanya dijilat di telinga. Aku menghentikan rabaan, dan berusaha memeluk Hanny. “Gw pengen ngentot nih Hann” bisikku. “Ssabaar ssayaang … Maya biar pules dulu” Hanny berbisik mesra. Kembali aku meraba selangkangan dan mencium bibirnya. “Ahh … ssayaaang …” bisik Hanny lirih. Aku terus meraba dan meremas pantatnya. Hanny membalas dengan ciuman dan jilatan di sekujur leherku. “Emmhhh … ssayaaang … akkuhhh ppipiss duluu yaaahh” bisik Hanny sambil beringsut meninggalkan tempat tidur.

Entah Maya sudah tidur atau pura-pura tidur, aku tak mempedulikannya. Yang ada dikepala sekarang adalah, melepaskan nafsu yang sudah tak tertahankan. Tak lama Hanny kembali dari kamar mandi, tubuhnya sudah berbalut handuk, dia tak mengenakan celana legging dan tanktop lagi. Hanya berbalut handuk saja. Segera dia melepas handuk dan menyusulku di tempat tidur, bentuk tubuh Hanny aku sudah hafal, bagaimana lekuknya, berapa jumlah tahi lalatnya. Beberapa kali aku menyetubuhi dia, tapi setahuku dia tidak melakukan praktek plus-plus seperti kapster lainnya. Dia hanya mau diajak kencan oleh orang yang sudah dikenalnya dengan baik.

Segera aku raba selangkangannya, nampaknya dia baru saja waxing, jadi bulu kemaluannya 99% tidak ada alias gundul. “Ahh … Joee … geli sayaang” bisiknya lirih. “Aku pengen jilatin lagi Hann” kataku. “Emmhhh … mauuuuu … tapi Maya gimana ntar” sahut Hanny. “Biarin lah, palingan juga dia lelap tidur” kataku. Kembali aku meraba bagian kewanitaannya, ouch … halus, mulus, maknyus pastinya. Bibir Hanny kembali melumat bibirku, kini kami pindah di lantai dan saling menindih. “Emmhh … emhhh … shhhhh …” desah Hanny jika aku meraba memeknya yang mulus itu. Kedua buah dadanya ku remas-remas dengan mesra. Dan ku posisikan dia tidur telentang dengan memeknya yang terbuka lebar. Slurpp … slurp … slurp … lidah ku sapukan ke memeknya yang ranum itu. “Oucchhh … Joee … enaaak … ahhhhggg” desah Hanny sambil menahan nikmat. Aku terus menjilati vaginanya, dan kadang lidah ku sapukan ke sunholenya yang bersih itu.

“Lu santai aja ya Hann, biar aku puasin kamu sekarang” kataku. “Oucchh … egghhh … egghhh … mmhhhh … shhhh … Joee … nikmat bangeet ssayaaang” Hanny ngomong sambil mendesis. “Oucchh … jangan digigit Joee … ssakiitttt …” erangnya ketika aku mengigit kecil klitorisnya yang menyembul itu. Aku terus menjilati dan menghisap memeknya. Hmm … dia pintar merawat bagian kewanitaannya itu dengan baik, walau sudah mempunyai anak, tapi masih saja rapet dan wangi. “Joee … mana kontolmu ssayaaang” kata Hanny sambil meraba-raba kepalaku yang masih berada di selangkangannya. “Ntar Hann … aku puasin kamu dulu yaah” kataku sambil menjilati lobang vaginanya.

Ketika aku asyik menjilati dan memainkan memek Hanny, tiba-tiba dari belakang kontolku terasa ditarik. “Ihhhh … ada kontol nganggur nih” kata Maya sambil memegang batang kemaluanku. Kaget campur nikmat, aku berteriak “Wadaaw … jangan ditarik dong May”. “Habisnya … kontolnya nganggur sih” sahut Maya, dia langsung menghisap batang kontol itu dengan hebat. “Emmmhhhh … biar kecil tapi nikmat nihhh … Udah lama gw gak ngentot nih … emmhhh emmmhhh emhhhh” Maya menghisap kontolku sambil mengocoknya pelan. “Enakan saja lu May … gw yang pengen malah lu yang duluan ngisepin” sahut Hanny. Ouchhh … ternyata gini enaknya threesome. 

Maya terus menghisap dan mengocok batang penisku, sementara aku menjilati memeknya Hanny. “Aahh … ahhh … shhhh … mmmmhhhh … geliiiiiii … oucchhhh …” Hanny terus meracau sambil memilin-milih putingnya. Sementara aku hanya bisa menahan nikmat yang tiada tara, batang kontolku disedot Maya dengan hebat. Tak kusangka, cewek seperti dia yang pendiam ternyata memendam nafsu birahi yang tak tertahankan. “Joee … kontol mu enaaaaakkkkkhhhh …” kata Maya sambil mengocok kontol dan menjilati ujung penisku. “Gila lu May … berapa lama lu gak nyicip batang?” tanya Hanny sambil terus menggeliat karena sunholenya aku jilati. “Emmhhh … emhhh … emmhhhh … udah lama Hannnn” jawab Maya. “Nih Hann … kamu mau gak?” kata Maya. Langsung Hanny beranjak melepaskan diri dari jilatanku dan kini aku sudah telentang dikeroyok dua wanita itu. Hanny menjilati batang kontol dan menghisap ujungnya, Maya terus menjilati buah zakarku, terkadang dia mengulumnya satu persatu dalam mulut mungilnya.

“Emmmhhhh … Joee … kkkonttolllmu enaaakkkkhh ssaayaaaaang” kaya Hanny. Slurrppp … slurrrpppp … slurrrrpppp … lidah dan bibir Hanny terus menjilati dan menghisap kontolku hingga semuanya tertelan. Rasanya ingin ejakulasi, namun aku harus berusaha menahannya. “Emmhhh … ennyaaaaakkk … Maaayyyyy …” desah Hanny sambil menghisap kontolku, “Llaaaggiii Mmaayyyy …” desah Hanny. Ternyata Maya memainkan jari-jemarinya di memek dan lobang anus Hanny. What a great deal! Aku bisa nonton Lesbos show sekarang. Sembari mengulum buah zakarku, Maya terus memainkan jemarinya di memek Hanny. Hanny menggeliat seperti cacing kepanasan sambil terus menghisap kontolku. 

“Akkuhhh ggakkkk tahaaaan Joeeee …” kata Hanny sambil beringsut duduk tepat diatas kontolku dan berusaha memasukkan ke dalam memeknya. Blesss … tak lama kemudian kontolku sudah ditelan memeknya dalam-dalam, Hanny kini dalam posisi WOT, sambil menggoyangkan pinggulnya dia terus mendesah-desah. Kontolku terasa dipilin dan diremas dengan kuat. “Ouccch … deaarrr … enaaakkk bangeetthhhhh …” desah Hanny sambil terus bergoyang. Maya tak ketinggalan, dia duduk tepat diatas mulutku, memek dengan rambut yang dicukur rapi kini berada di mulutku. Slurrrppp … lidahku menyapu permukaan memeknya. “Ouchhhh … Joeeee … iseeeepp mmemeeek akuuhh ssaayaaaang” Maya mengerang kecil. Aku sekarang bagai permainan anak kecil, seperti kuda Troya yang ditunggangi dua wanita Amazone. 

Terus Hanny menggoyangkan pinggulnya, dan Maya menggerakkan pinggulnya kedepan-kebelakang. Memeknya menyapu mulut dan wajahku. Aromanya sungguh sangat beda dengan milik Hanny. Aroma memek Maya sungguh membius, wangi, aneh, dan … misterius. Aku asyik menikmati goyangan Hanny dan memek Maya, mereka berdua asyik berpautan lidah dan saling menghisap buah dada bergantian.

“Ouuccchhhh … ouccchhhhh … ahhhhhhh … akuuhhhhh penggennn keluarrrrr sssayyyyyyy” rintih Maya ketika aku menjilati klitorisnya, aku tak bisa berbuat apa-apa selain menerima lelehan ‘love juice’ dari lobang vagina Maya yang terasa hangat dan nikmat itu. “Ahhhhhhh … iseeeppp ssayaaaaaangggggg …” erang Maya ketika dia mengalami orgasme yang cukup hebat. Tubuhnya mengejang dan pahanya dia katupkan erat sehingga kepalaku terasa dipress dengan mesin. Hanny terus bertahan dengan goyangannya. “Ouccchhhh … entottin akuhhh Joeeee … akuhh pasraaahh Joeeee …” desah Hanny sambil merubah posisinya sehingga telentang. Aku segera membuka pahanya lebar-lebar, dan bless … ku masukkan kontolku ke dalam memek Hanny yang sudah menganga itu. “Ouccchhhh … ssayaaaaangggg … entotttin akuuuhhh …” kata Hanny sambil menahan genjotanku. “Ahh … shhh … shhhh … enyaaakkkk … nikmaaat ssaayyyy” desahnya sambil meremas-remas buah dadanya yang besar itu.

Maya masih telentang sambil terengah-engah karena dia habis orgasme. Sejenak kemudian dia beringsut dan mengangkangi Hanny. “Emmmhhh … emmhhhhh … slurrrrppp” bibir Maya beradu dengan bibirku. Kulumat habis bibir mungil itu. “Hannn … iseepp memek akuhh ssayaaang” kata Maya memelas dengan wajah sayu. Dia menggoyangkan pinggulnya, sehingga memeknya menggesek wajah Hanny. Aku terus menggenjot Hanny yang telentang itu. Rasanya hangat sekali memek Hanny, wangi pula. Sembari menggenjot Hanny, kulumat payudara Maya yang ranum itu, tidak besar namun membikin berdiri.

“Ouccchhh … Joee … ennaaakk ssayaaaaangggg … Kkaapannn kamuuh entottinn akuuuhhhhhh” desah Maya. “Sssiaaap sayaaangg … ntarrr … biar Hanny tepar duluuhhhh” sahutku. Kembali mulut kami beradu, suara kecipak karena ludah kami bercampur menjadi penghias malam itu. Hujan diluar masih sangat deras, jadi mungkin saja tidak ada orang yang bisa mendengar erangan dan desahan kami bertiga.

Ku genjot lebih cepat berharap Hanny segera orgasme, clap … clap … clap … suara kontol yang bergerak keluar masuk itu terdengar sangat indah. “Ahhhh … ahhh … shhh … Joeeeee … joeeeeeee … ennakkkkgghh ssayaaaangggg” erang Hanny ketika aku menggenjot memeknya. Iseng aku mencabut penisku dan mengarahkannya ke sunhole dia. “Emhhh Joee … kamuuhh mauuuhh apppahh ssayaaaanggghhhh?” tanya Hanny sambil mendesah. “Mau entotin anus yaaahhhh?” lanjutnya. Aku hanya diam dan melanjutkan untuk menembus lobang cacing yang dari tadi sudah membuatku menunggu lama itu. “Sssshhhhh … pakeeehhh pelumass ssayaaaangggghhhh … sssakitttt kalooohh gaaakkk pakeeee” bisik Hanny. Dia beranjak mengambil tas miliknya dan mengambil olive oil yang sudah dia bawa, kemudian diteteskannya minyak itu di anusnya yang kembang kempis. Sejenak kemudian, bless … kontolku sudah masuk seluruhnya ke dalam lobang cacing penuh gairah itu.

“Aahhgggghhh … emmmhhhhhh … emmmhhhhh …” desah Hanny sambil merem melek, terkadang hanya nampak putih matanya saja. “Oucccchhhhh … enakk ssayaaaanggg … entotin anus akuhhh yaaahhhhh” erang Hanny sambil mengatupkan otot lobangnya. Aku menggenjot perlahan dan masih tetap menikmati bibir Maya yang nikmat itu. “Joee … akuhhh pengeeen ngenttott … Joee” bisik Maya kepadaku. “Iyyahhh ssayaaaangggg …” aku menjawab singkat. Terus aku genjot sunhole Hanny, mungkin sekitar 10 menitan aku menggenjotnya. “Huuuhhhh … uugghhhh … ahhhhhh … sssayaaaanggggg … akkuhhh mauuuu keluaaarrrrrrrr” erang Hanny ketika aku elus klitorisnya. Sejurus kemudian crott … crott … crottttt … “Ahhhhhhhh … ahhhhhhhhhh … ahhhhhhhh … Joeeeeeeeee” Hanny mengerang hebat, tubuhnya mengejang sembari memeknya memuntahkan cairan yang memancar hebat serta terasa hangat di tanganku. Hanny orgasme, multiple pula. Orgasme dan pipis bersama-sama. “Ssayaaaangggghhhhhhhhhhhh … ennyaaakkkkkkhhhh” erang Hanny. 

Kucabut kontolku dari lobang anus Hanny, aku bersihkan dengan tissue basah. Maya sudah telentang dan siap aku tusuk. Ku gesek perlahan memeknya yang sudah sangat basah itu. “Ehhhh … jangan tusukkhh memek akuuhhhh” bisik Maya. “Tusuk sunholenya sayaang” lanjutnya. Wow! Baru kali ini ada yang minta dianal langsung. Tak kulewatkan kesempatan, segera aku tusuk lobang cacingnya itu. Bless bless bless … kontolku masuk ke dalam anusnya yang sempit itu. “Wowww … enakkk Joee … genjot terus ya sayaaanggg” katanya. Aku menggenjot lobang anus itu perlahan, Maya juga pintar. Dia memainkan otot anusnya dan menggoyang pinggulnya sehingga kami bersama-sama menikmati gerakan itu. “Emmhhh … ssayaaaangggg … enakkkk … aahggg …” Maya mengerang. “Oucchhhhh … push it in deeply Joee … entotin anus akuuhhhh” lanjutnya. Aku terus menggenjot lobang itu. “Let’s have a doggy May” bisikku sambil mengulum kuping Maya. Dia menggelinjang dan merobah posisinya. 

Kini Maya nungging, memek dan anusnya terlihat sangat indah. Ada lendir yang menetes dari memeknya. “Egghhh … ahhhhh … egghhhh … Joeee … fuck my ass harder dear” pinta Maya. “Aarrgg Mmayy … rapet bangeeet lobangnyaaa sayaaang” bisikku. “Ouccchhh … Joee … slap my butt honey” dia memintaku untuk menampar pantatnya yang bulat itu. “Oucchhhh … ouccchhhhh … enakkk ssayaaaangggggggg” lanjutnya. Aku terus menggenjot anus Maya, hingga terasa pegal batang kontolku. “Mmayyy … gw entotin memek lu sekarang” pintaku. “Ouccchhhh … up to you dear …” sahutnya. Kini ku masukkan kontolku ke dalam memeknya. Slep … slep … slep … kontolku ini berada dalam memeknya yang berdenyut-denyut itu. Maya pintar juga memainkan memeknya. Ini adalah empot ayam yang paling nikmat. Remasannya sungguh sangat beda dari yang lain.

Aku terus menggenjot lobang vagina Maya. Dia mendesah dan meracau tak karuan. “Fuck my pussy dear … fuck it harder honey” ucap Maya sambil mendesah-desah. Aku terus menggenjot lobang itu. Kulihat Hanny beringsut menuju depan Maya, dia mengambil kursi dan duduk diatasnya. Maya tahu apa yang diinginkan Hanny, memek Hanny segera dia lumat dengan lidahnya yang mungil. “Ouccchhhh … Jilatinnnn Mayyyy … jilatin sampe gw pipis yaaaahhhhh” desahnya. Maya terus menjilati memek Hanny yang mulus itu. Slurrp … slurrppp … slurrppp … suara lidah dan mulut Maya beradu dengan memek yang penuh lendir itu menambah gairahku. Aku terus menggenjot memek Maya yang kini sudah licin itu. “Ouuchhhh … asshole … fuck me harder boyyyyy” Maya meracau. Aku terus menggenjot memeknya. “Ahhhh … ahhhhhh … ahhhhh … ahhhhhhhhhhhhhh … jangan dipilin dongg itilnyaaaa” erang Maya ketika aku memilin itilnya yang mengeras itu. “Ouccchhhh … ouccchhhh … enaaaaakghhh Joeeee …” erangnya. Aku terus memilin itilnya yang mengeras sambil terus menyodok lobang memeknya. 

“Ouccchhhhhh … ouccchhhhhh … oucccchhhhhh … Joeee … jjooooooeee … fuuukkkkk meee haaaarderrrr deaaaarrrrr” erangnya sambil memainkan otot vaginanya yang nikmat itu. “Aaarrgghhhh Mmmaaayyyyyy … issseeppphh ssaayaaaaaannngggghhhhhhh” desah Hanny sambil memainkan buah dadanya. Kini rasanya aku hampir mencapai klimaks, erangan dua wanita itu membuatku sangat horny dan ingin segera menyudahi permainan ini. Desahan dan erangan itu sungguh yang membuatku hampir orgasme. “Eeeehhhh Jooeeee … peggaangg itttill gueee donggggg” kata Maya sambil mengejang. “Oucccchhhhhhhh … akkuuhhhh keluaaaarrr Joeeeeeeeee” erangnya. Srrrrrr … cairan hangat mengalir dari dalam memek Maya, dia squirting, sipisnya banyak sekali. Dan brttt … anusnya menyemburkan gas, cukup keras terdengar. “Aaaahhhh … akkuuhhh beluuummmm nyampeeeeeehhhh” desah Hanny yang masih dijilati oleh Maya. 

Ku cabut kontolku dari memek Maya, masih tegang dan aku segera kocok di depan mulut Hanny. “Emmmhhhh … emmhhhhh …” Hanny mengulum kepala penisku ketika aku masih mengocoknya. “Bagi dongggg …” kata Maya sambil bergerak memperebutkan kepala penis itu. Dua wanita itu bagai menderita haus berkepanjangan, penisku mereka hisap bergantian. Tak lama kemudian … crotttt … spermaku muncrat dan menyembur di wajah Maya. Segera mereka menghisap kontol yang masih ada sisa sperma itu. “Emhhhhh … enaaak Joeeee …” bisik Maya sambil mengusap bibirnya dengan tissue. “Spermah kamuh ennaakk sayaaaangg … taapi akuuuh masiihhh kuraaaangggg” desah Hanny. Aku terkulai di lantai dan kedua wanita itu menjilati kontolku yang sudah lemas dengan liarnya. Entah berapa kali orgasme mereka, karena jilatanku dan mereka yang saling merangsang satu sama lain. Yang jelas lantai kamar penuh dengan semburan air kencing mereka. 

Ketika bangun di pagi harinya, kita hanya bisa tertawa melihat wajah masing-masing. Kusut, kuyu, dan yang jelas beraroma nano-nano, aroma lendir memek dan kencing para wanita. Ngeseks threesome memang enak bro, apalagi FFM dan ceweknya mau saling merangsang dan bermain layaknya lesbian. Gak sia-sia deh pokoknya.

Dalam perjalan pulang, iseng aku memutar MP3 di handphone yang aku download pagi harinya. Sayup-sayup terdengar refrain dari lagu itu “… mBandungan hawane adhem, keturutan atiku ayem … Bisa ketemu, mari  ku …” Dan kali ini Pak Sarwono nggak mungkin mencak-mencak lagi 

Kumpulan foto cewek cantikfoto cewek bugil, gambar cewek ABG, cewek imut, cewek sekolah, dan foto cewek sexy  semua ada disini. Yang suka cerita panascerita sekscerita mesum juga ada. Semua bacolan lengkap tersaji disini. bacolable.blogspot.com
Read more

Makna Persahabatan

Sudah beberapa bulan berlalu sejak Mei memperkenalkan Yen kepadaku. Sejak itu kedua wanita Cina yang cantik dan bahenol ini menjadi partner seksku. Secara rutin kami bertemu untuk bersetubuh dan memuaskan nafsu birahi. Kebanyakan kami berkumpul di rumah Mei di bilangan Margorejo (baca ceritaku sebelumnya: Hadiah Ulang Tahun Yang Mengejutkan 1 dan 2). Keduanya seperti tak terpuaskan. Apalagi Yen. Nafsunya yang besar itu seperti tak ada habisnya. Permainan ranjangnya sungguh-sungguh menggairahkan, sehingga selalu ada kegembiraan dan kebanggaan tersendiri setiap kali aku menggumuli, menyetubuhi dan memuaskan nafsunya.

Satu hari Jumat, jam istirahat makan siang. Bersama seorang teman aku meluncur ke Delta Plaza. Ketika lagi asyik menyantap mie goreng, ada SMS masuk ponselku. Ternyata dari Yen.

"Kho Ardy, aku di meja pojok kanan. Buat aja seperti nggak kenal, ya."

Aku menoleh ke pojok kanan itu. Yen ada di sana bersama sekelompok teman wanita. Ada enam orang, semuanya Cina. Wow.. Cantik-cantik dan mulus-mulus. Mereka bercerita sambil tertawa-tawa dengan ceria. Yen melirik ke arahku sambil menulis SMS di ponselnya. Beberapa detik kemudian ada SMS masuk lagi.

"Pilih aja yang Kho Ardy suka."

Aku tak dapat lagi berkonsentrasi pada makan siangku. Mataku meneliti para wanita itu satu persatu. Aku lalu teringat percakapanku dengan Yen dan Mei satu malam setelah bersetubuh dengan keduanya.

"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku.
"Kapan dua ini akan bertambah menjadi empat?"
"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku.
"Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah dua atau berapa, terserah Kho Ardy aja."
"Nggak usah khawatir", lanjut Mei.
"Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."

Aku tak menduga kalau guyonan itu akan menjadi kenyataan. Berarti Yen sungguh-sungguh akan menepati janjinya. Mataku menangkap yang duduk di sebelah kiri Yen. Wajahnya manis imut-imut. Pandangan sekilas jelas menunjukkan sosok tubuhnya yang tinggi tetapi padat. Rambutnya panjang seperti punya Yen dibiarkan tergerai.

Lalu mataku menangkap sosok yang membelakangiku. Wanita berambut pendek itu jelas bertubuh padat. Kursi kecil merah yang didudukinya tak mampu memuat pantatnya yang lebar itu. Yang lain-lain walaupun berwajah manis rata-rata bertubuh agak kecil, tentu tidak masuk dalam kriteria seleraku.

"Yang di sebelah kiri dan yang di depanmu", tulisku dalam SMS untuk Yen.

Kulihat Yen membaca SMS di ponselnya dan tersenyum sekilas. Ketika mereka berjalan beriringan meninggalkan mejanya, aku memperhatikan satu per satu. Tidak salah pilihanku. Si rambut panjang itu setinggi Yen. Rok sedikit di bawah lutut dan blazer biru terang itu cukup memberi gambaran bentuk tubuhnya yang seksi. Buah dadanya menonjol. Pantatnya bulat besar. Gambaran celana dalamnya sedikit terlihat.

Yang berambut pendek sedikit lebih rendah. Pinggangnya ramping dan buah dadanya besar. Dan pantatnya. Aduhai! Bulat besar dan bergoyang-goyang dengan indahnya. Lebih besar dari pantat wanita yang tinggi itu, malah lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Aku menelan liur. Yen mengedipkan matanya sekilas sambil melirikku. Mereka berlalu sementara teman makan siangku terus ngomong tanpa sadar apa yang sedang terjadi. Kembali ke kantor aku tak dapat berkonsentrasi lagi. Kutelepon Yen.

"Gimana tadi?" tanyaku.
"Aku mau yang rambut panjang di sebelah kirimu dan si rambut pendek di depanmu itu."
"Sudah kuduga kalau Kho Ardy akan memilih yang itu", katanya sambil tertawa kecil.
"Keduanya memang sesuai selera Kho Ardy. Yang berambut panjang namanya Dewi, 28 tahun. Yang berambut pendek namanya Fenny, seusiaku, 29 tahun."
"Kapan ketemunya", kataku tak sabar.
"Haha.." tawanya renyah.
"Udah nafsu nih ye", lanjutnya menggoda.
"Habis, montok-montok segitu", sahutku.
"Kho Ardy harus sabar karena perlu pendekatan. Begitu berhasil, Kho Ardy akan kukabarkan. Saya yakin tak lama", katanya berbisik-bisik.
"Tapi, sebelum ketemu mereka kan masih ada aku sama Mei yang selalu siap."

Sesudah pertemuan itu, setiap kali bersetubuh dengan Mei dan Yen saya selalu bertanya kapan bertemu si Dewi dan Fenny. Mei juga tidak berkeberatan bahkan bermimpi dapat bermain berlima pada satu kesempatan nanti. Ternyata penantianku tidak berlangsung lama. Tiga minggu sesudah SMS di Delta Plaza, suatu siang Yen menelponku.

"Ada khabar gembira, Kho", kata Yen dengan suara renyah.
"Dewi dan Fenny pingin segera kenalan dengan Kho Ardy."
"Betul Yen", sahutku.
"Siapa dulu dong yang ngatur", sahutnya.
"Supaya puas, nanti Kho Ardy main aja sama Dewi dan Fenny dulu. Lalu nanti berlima sama aku dan Mei kalau sudah memungkinkan", kata Yen.

"Gimana baiknya?", tanyaku.
"Hari Jumat besok Mei akan nginap di tempatku", katanya lagi.
"Kalian pakai aja rumah Mei, biar aman."
"Jadi Mei udah tau?" tanyaku.
"Yah, udah", sahut Yen.
"Keduanya udah kenalan sama Mei. Mei setuju kok, makanya ia menginap di rumahku biar kalian bisa leluasa bermain bertiga. Kami menanti Kho Ardy besok di sana. Sesudah Kho Ardy datang, aku dan Mei pergi, biar Kho Ardy leluasa menikmati Dewi dan Fenny."
"Wuii.. Kamu hebat deh, Yen", kataku.
"Tapi Sabtu malam tetap milikku dan Mei", katanya.
"Hemat tenaganya, ya. Aku dan Mei juga mau puas-puas."
"Ngomong-ngomong, gimana sih sampai mereka bisa mau?" tanyaku.
"Haha..", Yen tertawa.
"Mudah kok. Mereka tahu kalau aku dan Mei itu janda-janda muda. Tapi kok selalu berseri-seri setiap awal pekan. Tahu kan, maksudku? Mereka lalu bertanya. Yah, kuceriterakan. Mei juga ceritera. Mei hebat promosinya seperti ceritanya dulu ke aku. Lama-lama keduanya tertarik dan akhirnya pingin kenalan sungguh."

"Udah kawin keduanya?" tanyaku lagi.
"Kawin sih udah", sahut Yen sambil ketawa lagi.
"Tapi belum menikah. Nggak apa-apa kan? Masa mau cari yang perawan."
"Ya, nggak", kataku.
"Tapi mau keduanya main bareng bertiga?" tanyaku lagi.
"Jangankan bertiga, berlima juga mau", sahut Yen.
"Nggak usah khawatir Kho, keduanya orang-orang yang santai kok. Kalau mau, minggu depan kita main berlima aja. Kho Ardy dilayani kami berempat khan enak."
"Terima kasih Yen", kataku setelah yakin.
"Akan ada hadiah untukmu."
"Apa itu?" tanyanya.
"Dua jam tambahan di ranjang", sahutku.
"Iihh.. Maunya", sahut Yen sambil tertawa.

Aku menutup telepon sambil tersenyum sendiri. Babak baru pengalaman seksku akan bertambah lagi dengan hadirnya dua wanita ini. Aku membayangkan nikmatnya bergumul dengan Dewi dan Fenny, kedua wanita cantik dan montok itu. Apalagi kalau menggumuli empat-empatnya bergiliran dalam satu pesta seks, pasti akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Tidak terasa, kemaluanku bergerak-gerak dalam celanaku, seakan-akan sudah tidak sabar menantikan saat-saat nikmat bersatu dengan Dewi dan Fenny yang cantik dan bahenol itu.

Jumat sore. Aku menuju rumah Mei dengan jantung berdebar-debar. Ada rasa bangga yang menyelip di dadaku karena boleh menikmati kehangatan tubuh-tubuh wanita Cina yang cantik-cantik itu. Sebaliknya ada rasa cemas juga, takut ditolak karena tidak sesuai dengan harapan mereka. Maklum, usiaku sudah 39 tahun, sebelas dan sepuluh tahun lebih tua dari Dewi dan Fenny. Apa jadinya kalau aku dirasa kurang cakep dan ditolak? Wah, pasti malu sekali. Namun kupikir Yen dan Mei tak mungkin berbohong. Bukankah keduanya sudah ketagihan dengan kejantananku?

Di depan pintu pagar aku ragu-ragu sejenak. Setelah menarik nafas beberapa kali, aku mendorong pintu yang tidak terkunci. Aku masuk dan mengancing pintu pagar stainless still itu. Tanpa mengetuk, aku mendorong pintu depan. Seperti biasa, kalau sudah ada janji pintu depan tidak dikunci. Aku mendorong pintu dan melangkah masuk.

"Hi, sayang", suara Mei menyambutku.

Astaga! Mei hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil berwarna merah yang membuat buah dadanya yang montok itu seperti akan meloncat keluar. Aku terpesona. Mei yang sudah puluhan kali kugumuli itu tetap tampil menawan. Tetapi yang membuatku terkejut ialah caranya berpakaian. Pasti yang lain-lain juga berpakaian seperti itu.

Apakah aku akan dilayani keempat wanita itu sekaligus? Dengan mesra Mei mengecup bibirku dan menggandengku masuk. Dan benar dugaanku, di ruang tengah telah menunggu Yen, Dewi dan Fenny, ketiga-tiganya hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil. Memperhatikan tubuh-tubuh montok bahenol nyaris bugil itu, nafsu birahiku langsung menggelegak butuh penyaluran. Kemaluanku langsung berdenyut-denyut di balik celanaku, tidak sabar menanti saat-saat indah menyatu dengan wanita-wanita Cina cantik bahenol ini.

Mei melepaskanku dan berdiri berjajar bersama Yen, Dewi dan Fenny. Aku tertegun memandang keempat wanita ini yang mengenakan hanya BH dan celana dalam. Keempat-empatnya memakai sepatu hak tinggi sehingga menambah seksi pemandangan di depanku. Yen yang berdiri di sebelah Mei mengenakan celana dalam dan BH berwarna hitam. Dadanya menyembul keluar dengan indahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Di sebelah kiri Yen berdiri Fenny.

Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna abu-abu. Rambutnya juga panjang tergerai sampai ke pantatnya. Dadanya menonjol ke depan, membusung dan dengan indahnya menyembul dari BH yang kecil. Dan.. Pantatnya itu, aduhai besarnya. Menariknya, pinggulnya cukup ramping untuk wanita dengan ukuran pantat sedemikian besarnya. Dan akhirnya, di jangkung Dewi dengan rambut di bawah pundak. Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna cream. Dadanya pun montok mempesona dengan tubuh padat dan sintal. Pinggangnya melekuk dengan indahnya menuruni pinggulnya yang digantungi dua bongkahan pantatnya yang lebar, walaupun tidak selebar punya Fenny.

Dadaku berdegup kencang, mataku membelalak dan mulutku terbuka. Mimpi apa aku semalam? Kupandangi keempat wanita Cina yang putih mulus, cantik montok dan bahenol itu dengan nafas yang menderu-deru. Keempatnya tersenyum manis.

"Selamat datang ke dunia impian", kata Yen dengan suaranya yang merdu.
"Semua ini milikmu", sambung Mei.
"Nikmati sepuas hati."
"Ayolah, Kho Ardy", kata Yen manja.
"Kenalan dong, sama si Fenny dan Dewi. Katanya pingin kenalan dengan dua cewek montok nan sexy ini. Ayo, kemarilah."

Aku mendekat. Mei dan Yen mendekat dan mengapitiku di kiri dan kanan. Keduanya bergayut di bahuku dengan buah dada mereka yang montok kenyal itu menempel di lengan kiri dan kananku. Kedua wanita montok ini telah puluhan kali merasakan kejantananku. Sekarang mereka ingin membagi kenikmatan dengan dua teman yang lain. Aduhai! Dadaku berdegub-degub.

Fenny mendekat. Goyangan dada dan pantatnya saja sudah mampu membangkitkan birahiku. Apalagi goyangannya di atas ranjang, pastilah membuatku terbang ke awan-awan. Kuulurkan tanganku. Ia menyambutnya hangat. Kurengkuh tubuh montok itu ke dalam pelukanku. Dadanya terasa empuk menempel di dadaku. Tanganku melingkari pinggulnya dan meraih pantatnya yang besar itu. Kutekan pantatnya itu ke arahku dalam gerak menyerupai persetubuhan. Fenny terkikik diiringi tawa Mei dan Yen. Ketika kukecup bibirnya, terasa ada getar-getar birahi dalam desah nafasnya yang hangat.

Lalu giliran Dewi. Jalannya anggun. Dengan postur tubuh setinggi itu ia lebih layak menjadi peragawati. Buah dadanya yang putih mulus dan disangga oleh BH kecil itu bergoyang-goyang dengan lembutnya. Sungguh pemandangan yang mengungkit birahi terpendam.

"Senang berkenalan dengan Mas Ardy", kata Dewi sambil menyambut tanganku.

Aku merengkuh tubuh sintal dan sexy itu ke dalam pelukanku. Ia menggeletar. Ketika masih kunikmati dadanya yang empuk menempeli dadaku dan tanganku meraih-raih pantatnya, ia mendaratkan kecupannya di pipiku. Mei dan Yen bertepuk tangan.

"Nah, Kho Ardy", kata Yen.
"Tugasku sudah selesai. Dewi dan Fenny akan menemanimu. Nikmati malam ini sepuas-puasnya. Aku dan Mei akan pergi."
"Dewi, Fen", kata Mei.
"Kami pergi ya. Aku jamin deh, kalian berdua nggak bakalan kecewa. Malah ketagihan nanti. Hati-hati, jangan lupa pulang lho, besok."

Mei dan Yen segera berpakaian dan meninggalkan ruangan. Tidak lama berselang, terdengar derum mobil Mei meninggalkan halaman rumah. Aku turun dan mengunci pagar dan pintu depan. Ketika aku kembali, Dewi dan Fenny sudah menantiku di pintu ruang tengah. Keduanya langsung menyerbuku dan mendaratkan ciuman-ciumannya yang panas dan penuh gairah birahi terpendam. Aku sampai kewalahan dibuatnya. Malam ini, Dewi dan Fenny sepenuhnya menjadi milikku. Aku akan mereguk kenikmatan sepuas-puasnya dalam pelukan hangat keduanya.

Sambil merangkul keduanya, Fenny di kiri dan Dewi di kanan, kuajak keduanya duduk di sofa ruang tengah. Di ruang inilah dulu aku berpesta seks pertama kali dengan Mei dan Yen. Di ruang inilah pertama kali Mei dan Yen melayaniku dan menjadi ketagihan sejak itu. Kini aku ingin agar di ruang yang sama ini Fenny dan Dewi merasakan kejantananku dan selanjutnya menjadi ketagihan.

Tanpa kuminta, kedua wanita Cina yang cantik montok nan bahenol ini mulai membuka pakaianku. Satu persatu dilepaskannya sehingga yang tertinggal hanya celana dalamku saja. Kemudian serentak keduanya mendaratkan ciuman-ciuman di pipi dan leherku hingga akhirnya mulut-mulut mungil dengan bibir-bibir sexy itu mulai mengulum puting susuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan.

Aku mengerang-ngerang nikmat dan dengan segera tanganku bergerilya di lekukan-lekukan tubuh keduanya. Kedua tanganku melingkar ke punggung Dewi dan Fenny lalu melepaskan kaitan BH masing-masing. Terlepas dari BH, buah dada keduanya yang memang besar dan montok mencuat keluar dengan indahnya. Warnanya putih mulus dengan puting yang merah kecoklatan. Buah dada keduanya sudah menegang sehingga terasa padat dan empuk di telapak tanganku.

Ketika tanganku mulai mengelus buah dada keduanya yang montok itu, desah nafas nikmat terdengar dari mulut keduanya. Geletar birahi sudah melanda urat nadi seluruh tubuh mereka. Serentak tanga-tangan mungil Dewi dan Fenny menerobos celana dalamku dan berebutan menggenggam batang kemaluanku yang sudah menegang sekeras tank baja. Aku tidak peduli tangan siapa yang mengelus batang kemaluanku dan yang lain mengusap-usap buah pelirku. Yang kurasakan hanya geletar-geletar nikmat yang menjalari seluruh bagian tubuhku dan meledak-ledak di denyutan kemaluanku.

Melepaskan kuluman di kedua puting susuku, Fenny menyusuri perutku dan mendekati selangkanganku. Dewi merayapi leherku dan mengendus-ngendus di pangkal kupingku. Tangan kiriku menyelusuri belahan buah dada Fenny dan sejalan dengan itu bibirku merambah tonjolan buah dada Dewi yang ternyata lebih besar dan lebih montok dari buah dada Fenny. Kuremas buah dada Fenny dan kuisap buah dada Dewi. Kedua wanita Cina itu bersamaan mengerang dengan suara keras.

Sambil tetap mengisap-isapi buah dada Dewi, tanganku mulai bergerilya ke balik celana dalam keduanya. Bongkahan-bongkahan pantat keduanya yang montok dan padat itu kini menjadi sasaran remasan tanganku. Telapak tanganku terasa empuk menelusuri halus kulit dan montoknya bongkah-bongkah itu. Keduanya menggelinjang ketika jari-jariku nakal menyelusuri belahan pantat yang menggairahkan itu. Keduanya bereaksi menjawab gerak tanganku itu.

Celana dalamku diperosotkan Fenny sehingga aku telanjang. Sejalan dengan mencuatnya kemaluanku tegak ke atas laksana menara, mulut mungil Fenny langsung menyergapnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu berdenyut-denyut dalam mulutnya. Sedotannya sungguh membawa nikmat tidak terkira. Aku menggeram, tetapi geramanku itu tertahan di buah dada Dewi yang menekan kepalaku kuat-kuat ke dadanya. Kedua tanganku dengan cepat menerobosi celana dalam keduanya dan bersarang di kemaluan masing-masing. Tangan kiriku menggerayangi kemaluan Fenny dan tangan kananku sibuk mencari-cari kemaluan Dewi. Ternyata keduanya telah basah oleh lendir.

Dewi mengaduh keras ketika jemariku menerobosi liang nikmatnya itu. Jeritan Fenny tertahan oleh kemaluanku yang telah memenuhi mulutnya. Sambil tangan kirinya terus menekan kepalaku ke arah dadanya, tangan kanannya memerosotkan celana dalamnya sendiri. Fenny menggelinjang-gelinjang ketika tangan kiriku mencopot celana dalamnya. Kini aku bersama kedua wanita cantik itu sudah dalam keadaan bugil penuh tanpa ditutupi sehelai benang pun. Adakah sesuatu yang dapat menghalangi aku untuk menikmati tubuh-tubuh bahenol ini sekarang?

"Kita ke kamar sekarang", kataku kepada Fenny dan Dewi.

Fenny melepaskan kulumannya atas kemaluanku. Bertiga kami bangkit dan melangkah ke lantai atas. Kedua wanita itu bergayut di bahuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan. Tangan kanan Dewi menggenggam dan mengusap-usap kemaluanku sehingga tetap tegang dan keras. Buah dada keduanya menempeli lengan kiri dan kananku sementara kedua tanganku merayapi bongkah-bongkah pantat keduanya yang montok dan padat. Kedua wanita cantik itu mengikik genit dan seksi. Aku tahu persis, nafsu birahi keduanya telah menggelora, tidak sabar menantikan pemuasan.

Kamar tidur Mei terasa sangat romantis dan berbau wangi. Ruangan berpenyejuk itu terasa sangat lapang. Lampu yang redup membuat suasana semakin indah. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Kemaluanku tegak menjulang dengan gagahnya, menantikan saat-saat mendebarkan, menyatu dengan kedua wanita itu bergantian. Dewi dan Fenny berdiri sejajar mempertontonkan tubuhnya yang molek padat kepadaku. Dewi lebih tinggi dengan buah dada yang lebih besar dan padat.

Fenny lebih pendek, buah dadanya juga kalah besar dari Dewi, tetapi pantatnya itu! Aduhai! Lebih besar dari pantat Dewi, bahkan lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Getaran pantatnya yang besar itu jelas-jelas sangat mengungkit birahiku yang terpendam. Sambil tertawa-tawa keduanya berputar-putar, mempertontonkan kemontokan dan kemolekan tubuh bugil mereka. Kupandang buah dada keduanya yang montok, bongkahan-bongkahan pantat yang bulat, padat dan besar. Rambut kemaluan yang hitam legam itu memberi pemandangan yang sangat indah dan kontras di atas kulit yang putih dan mulus itu.

"Udah puas lihatnya?" tanya Dewi.
"Udah", jawaku sekenanya.

Segera kedua wanita itu menerkamku di atas ranjang Mei yang lebar dan empuk itu. Spring bed itu bergetar-getar menahan gempuran keduanya. Jari-jari mungil mereka merambah dan mengelus seluruh bagian tubuhku, sementara bibir-bibir mungil dan basah itu menjelajah seluruh bagian sensitif tubuhku. Tubuh-tubuh bugil bahenol itu menghimpitku dengan ketatnya. Kubiarkan keduanya menjelajahi tubuhku. Sentuhan-sentuhan manis itu sungguh-sungguh membawa rasa nikmat yang tak terkira.

Dewi mendekatkan buah dadanya ke wajahku. Mulutku dengan segera menangkap dan mengulum puting buah dadanya yang menegang itu. Ia mengerang keras ketika lidahku mempermainkan putingnya. Sementara itu bibir dan lidah Fenny leluasa menjelajahi sela-sela pahaku. Batang kemaluanku yang sudah sekeras laras senapan itu terasa terpilin-pilih dalam mulutnya. Lidahnya begitu lihai mempermainkan kemaluanku itu. Pantatnya yang bulat lebar itu menjadi sasaran remasan tangan kiriku. Ketika nafsu birahiku semakin menggila dan tak tertahankan lagi, kupikir saatnya untuk menyetubuhi kedua wanita itu. Aku melepaskan diri dan meminta keduanya berbaring berjajar.

"Dewi duluan", kata Fanny.

Kulihat Dewi sudah menelentang dengan mata tertutup. Bibirnya sedikit terbuka dan mendesis-desis. Pahanya telah dibuka lebar-lebar. Kemaluannya merekah merah dan basah oleh cairan vaginanya, dihiasi oleh bulu-bulu hitam lebat di seputarnya. Tangan kirinya berpegangan erat dengan tangan Fenny seakan-akan menimba kekuatan dan dukungan. Dadanya kelihatan bergemuruh oleh denyut jantungnya. Ia terlihat menahan napas. Aku tahu, ia tak sabar menantikan sensasi indah bersatu dengan diriku. Kuarahkan kemaluanku yang sudah menegang dan berkilat-kilat.

Ujung kemaluanku menguak perlahan-lahan bibir kemaluannya. Ia mendesah nikmat. Lalu perlahan-lahan aku menyuruk masuk. Mulutnya semakin lebar terbuka. Batang kemaluanku yang berkasa itu menerobos dinding-dinding vaginanya yang telah basah berlendir. Ketika separuh batang kemaluanku telah menerobos liang nikmatnya Dewi, aku berhenti sejenak dan membiarkan dia menikmatinya. Kulihat ekspresi wajah Dewi yang menggelinjang kenikmatan. Rambut hitamnya yang terserak di bantal mempertegas ekspresi wajahnya yang putih mulus. Tangannya meremas-remas kain seprei. Dari mulutnya keluar desah-desah nikmat yang menggelora. Aku tersenyum bangga, bisa menikmati tubuh wanita secantik dan semontok Dewi.

Ketika aku dengan hati puas menikmati ekspresi penuh kenikmatan wajah Dewi, di saat itulah ciuman bibir Fenny mendarat di belakangku, tepat di atas pantatku. Aku terkejut karena geli. Reaksiku tak terduga. Aku menyodokkan kemaluanku dengan keras ke arah Dewi. Batang kemaluanku yang besar dan panjang itu dengan ganasnya menerobosi lubang surgawi Dewi dan tertanam sepenuhnya di lubang yang sudah basah berlendir itu. Dewi tersentak dan membelalakkan matanya sambil mengerang hebat. Jeritannya keras dan panjang membelah udara malam yang hening itu.

"Aaoohh..", erang Dewi penuh kenikmatan.

Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas untuk menerima kemaluanku sepenuhnya. Pahanya yang padat itu membelit pinggangku, sehingga aku sepenuhnya bersatu dengan dirinya. Ia melolong-lolong seperti orang hilang ingatan. Sementara itu jilatan lidah Fenny di seputar bokongku membuat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi. Setelah berhenti sejenak dan memberi kesempatan kepada Dewi untuk menikmati sensasi nikmat ini, aku mulai bergerak. Kemaluanku kugerakkan maju mundur secara berirama. Mula-mula perlahan-lahan, lalu bergerak makin cepat. Tubuh montok Dewi bergetar-getar seirama dengan genjotan kemaluanku. Mulutnya terbuka dan mendesis-desis.

Melihat indahnya bibir-bibir mungil merah merekah itu, aku segera mendaratkan bibirku di sana. Kulumat habir bibir-bibir seksi itu. Dewi membalas tak kalah hebatnya. Lidahku terpilin-pilin oleh sedotan mulutnya. Tubuhku mulai berpeluh, menetes dan menyatu dengan keringat Dewi. Pahanya kini dibuka lebar-lebar sehingga aku dapat leluasa menggenjot kemaluannya itu. Kecipak bunyi cairan vaginanya karena sodokan kemaluanku secara berirama menambah panas pertarungan penuh birahi ini.

"Aku mau keluar.." erang Dewi.
"Ayo, Mas.. Lebih keras! Auu!!"

Mengingat masih ada Fenny yang harus dipuaskan, aku mempercepat gerakanku agar Dewi secepatnya orgasme. Benar! Dalam hitungan dua menit, Dewi menjerit sekeras-kerasnya sambil menghentak-hentakkan pantatnya ke atas. Tubuhnya menggeletar dengan hebas karena didera rasa nikmat yang luar biasa. Jeritannya itu tersekat oleh mulutku. Pahanya ketat membelit pinggangku. Tangannya memelukku seerat-eratnya. Desah puas terdengar dari mulutnya.

"Fenny masih menunggu", kataku mengingatkan.

Ia mengangguk dan melepaskanku. Aku mencabut kemaluanku yang masih tegak keras dan berkilat-kilat karena dilumuri lendir vagina Dewi. Dari kemaluannya kulihat aliran lendir orgasmenya. Dewi tetap berbaring dengan paha terbuka dan mata tertutup. Buah dadanya membusung ke atas, agak memerah karena remasan dan gigitanku. Kemaluannya tetap merekah terbuka dan bergetar-getar, masih harus terbiasa dengan genjotan kemaluanku yang keras dan besar ini.

Aku menoleh dan kulihat Fenny menatapku dengan pandangan yang menyiratkan harapan agar nafsunya pun segera dipuaskan. Aku menghampirinya. Ia bergerak dan menyiapkan dirinya untuk disetubuhi. Tak kusangka, ia langsung menungging. Rupanya ia suka doggy style penetration.

"Aku tahu, Mas Ardy suka pantatku", katanya sambil tertawa kecil.
"Ayo, Mas! Fenny udah nggak sabar, nih. Pengen cepat dirudal oleh penismu yang gede itu."
"Siapa takut!" sahutku.

Karena Fenny sudah sangat terangsang, aku tidak menunggu lama-lama. Langsung saja kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya yang merekah, diapiti oleh kedua bongkahan pantatnya yang montok, padat dan lebar itu. Sungguh pemandangan yang indah dan sangat mengungkit birahi yang terpendam. Pantat yang lebar dan mulus itu pasti menjanjikan kenikmatan yang tak ada duanya. Bulu-bulu kemaluannya yang hitam lebat itu menutupi sedikit liang nikmat Fenny. Kusibak rambut-rambut itu dan tampaklah bibir-bibir vagina yang berwarna merah muda, segar dan basah berlendir. Apa lagi yang dapat menghalangiku menyetubuhi si pantat besar ini?

Fenny menurunkan kepalanya hingga bertumpu ke bantal. Pantatnya diangkat. Tangannya meremas ujung-ujung bantal itu seakan-akan mencari kekuatan. Nafasnya berdesah tak teratur. Bulu-bulu halus tubuhnya meremang, menantikan saat-saat sensasional ketika kemaluanku ini akan menerobosi lubang surgawinya. Aku merapat. Kuelus-elus kedua belahan pantatnya yang mulus padat itu. Perlahan-lahan jari-jariku mendekati bibir-bibir vaginanya yang telah basah itu. Jariku mempermainkan rambut lebat di seputar lubang itu. Fenny mengerang-erang menahan birahinya yang semakin menggila. Pantatnya bergetar-getar menahan rangsangan tanganku.

"Ayo, Mas", erang Fenny.
"Udah nggak tahan nih!"

Kuarahkan kemaluanku yang masih sangat keras itu ke arah lubang kenikmatan Fenny. Kuletakkan kepala kemaluanku di atas bibir-bibirnya. Fenny mendesah. Kemudian perlahan tapi pasti aku mendorongnya ke depan. Kemaluanku menerobosi lubang nikmatnya itu. Fenny menjerit kecil sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Sejenak aku berhenti dan membiarkan Fenny menikmatinya. Ketika ia tengah mengerang-erang dan menggelinjang-gelinjang, mendadak aku menyodokkan kemaluanku ke depan dengan cepat dan keras. Dengan lancar batang kemaluanku meluncur ke dalam liang vaginanya. Fenny tersentak dan menjerit keras.

"Ampunn, Mas!" jerit Fenny.
"Auu..!!"

Di saat itu terdengar telepon berdering. Siapa sih yang nelpon malam-malam begini? Dewi beranjak menerima telepon ini. Sambil terus menggenjoti kemaluan Fenny, aku menangkap pembicaraan itu.

"Eh, Yen", kata Dewi.
"Tuh lagi asyik di sana. Fenny sampai menjerit-jerit tuh. Bisa dengar kan? Ya.. Aku sampai orgasme berulang-ulang lho. Mas Ardy memang jagoan deh. Ok.. Aku ke sana."

Dewi membawa cordless telepon itu ke samping ranjang. Ia mendekatkannya ke kepala Fenny yang menjerit kenikmatan. Rupanya Mei dan Yen ingin mendengarnya juga. Aku terpacu untuk menunjukkan kejantananku. Maka aku mempercepat genjotan kemaluanku di vagina Fenny. Kujambak rambutnya sehingga wajahnya mendongak ke atas. Semakin keras dan cepat genjotanku, semakin keras erangan dan jeritan Fenny. Bunyi hentakan pantatnya semakin memukau. Akhirnya kurasakan lahar sperma di kemaluanku akan memuncrat. Maka aku mempercepat kocokanku, biar Fenny duluan orgasme. Benar!

"Aa..h.!" jerit Fenny.
"Aah.. Aku keluar! Aku keluar!"

Diiringi jeritan kerasnya, tubuh Fenny menggeletar hebat didera rasa nikmat orgasme yang tak terkatakan. Punggungnya melengkung ke atas dan mengejang. Hentakkan pantatku membenamkan kemaluanku dalam-dalam ke vagina Fenny. Dinding liang kemaluannya itu terasa menjepit batang kemaluanku, mengiringi muntahan spermaku memenuhi lubang kenikmatannya. Tanganku mencekal pahanya yang padat itu dan menarik erat-erat ke arah kemaluanku, sehingga kemaluanku yang kubanggakan itu terbenam sedalam-dalamnya di kemaluan Fenny.

Punggung Fenny yang padat berisi itu bersimbah peluh. Rambutnya melekat. Ia mencengkam seprei kuat-kuat seakan-akan hendak menimba kekuatan dari sana, menahan deraan rasa nikmat yang melanda sekujur tubuhnya. Rasa nikmat yang sama menjalari tubuhku, diimbangi oleh rasa bangga karena dapat beradu birahi dengan dua wanita Cina yang yang cantik dan bahenol. Kebanggaanku menjadi lebih lengkap karena keduanya sudah meraih orgasme berkat kejantananku.

"Udah dulu ya, Mbak", suara Dewi membuyarkan lamunanku.
"Fenny udah keluar, tuh! Aku mendingan mandi, deh! Sebentar lagi pasti giliranku." Rupanya ia mengobrol dengan Mei dan Yen lewat telepon.

Rasa bangga menjalari kepalaku mendengar ucapan Dewi itu. Sambil tetap membiarkan kemaluanku menancap di tubuh Fenny, aku menoleh ke arah Dewi. Aku tersenyum, ia membalasnya. Ia mendekatiku dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Kami berpagutan erat sementara tubuh Fenny yang masih menyatu dengan tubuhku terus menggeletar menggapai sisa-sisa kenikmatan. Oh, malam yang teramat indah dan akan kukenang seumur hidupku.

"Oh! Nikmatnya!" kata Fenny.
"Aku belum pernah sepuas ini!"
"Aku juga", sahut Dewi.
"Luar biasa Mas Ardy ini!"

Aku mencabut kemaluanku dari kemaluan Fenny. Kuperhatikan liang vaginanya yang dipenuhi spermaku bercampur cairan kemaluannya, menetes jatuh membasahi pahanya. Kami bertiga rebah di atas ranjang. Kedua wanita itu menempel lekat, Dewi di sisi kiriku dan Fenny di sisi kananku. Ciuman hangat mendarat di kedua pipiku. Sekitar lima belas menit kami hanya berbaring diam melemaskan badan, mereguk sisa-sisa kenikmatan dan menghimpun tenaga.

"Mandi, yuk!" ajak Dewi.

Bertiga kami beralih ke kamar mandi. Seperti dengan Mei dan Yen dulu, kamar mandi itu berubah menjadi arena pemuasan nafsu birahi. Dewi dan Fenny memandikanku. Keduanya menyabuniku bukan dengan tangan. Dewi sibuk menyabuni seluruh bagian belakang tubuhku dengan buah dadanya, sementara Fenny menyapu bersih seluruh bagian depan tubuhku dengan pantatnya yang lebar.

Ruang kamar mandi itu dengan segera dipenuh oleh gelak tawa dan gurauan-gurauan yang membangkitkan birahi. Gesekan-gesekan, rabaan-rabaan dan remasan-remasan tak ayal lagi merangsang nafsu terpendam. Ketika ledakan-ledakan nafsu itu tidak tertahankan lagi, jalan satu-satunya ialah menyetubuhi kedua wanita itu bergiliran. Maka dinding-dinding kamar mandi itu pun menjadi saksi bisu aku beradu nafsu syahwat dengan Fenny dan Dewi.

Fenny minta disetubuhi duluan. Aku duduk di tepi bathtub dengan kemaluanku mengacung tegak ke atas. Dewi merangkulku dari belakang sehingga buah dadanya yang padat itu menempel erat di punggungku. Fenny mengangkangkan pahanya dan mendekatiku dari depan, siap-siap untuk disetubuhi.

"Mas Ardy pasti bangga ya, dilayani oleh dua cewek bahenol", kata Fenny tersenyum.
"Jelas dong", sahutku.
"Bayangkan! Dua cewek Cina, putih mulus, cantik dan bahenol, dapat kusetubuhi bergantian dalam semalam."
"Apa yang paling Mas Ardy suka", sahut Dewi.
"Aku dan Fenny kan sama saja dengan wanita-wanita yang lain."
"Oh, jelas beda" jawabku.
"Aku suka wanita yang bahenol dengan buah dada dan pantat yang besar. Jelas, kalian berdua masuk dalam kriteriaku. Yang kedua, aku terobsesi untuk bersetubuh dengan wanita-wanita Tionghoa. Putih, mulus dan halus. Awalnya sih pingin tau aja, senikmat apa sih bersetubuh dengan wanita-wanita Cina. Eh, ternyata luar biasa nikmatnya. Jadinya ketagihan"
"Ah, Mas Ardy aja ada", kata Fenny mencubit lenganku.
"Kita akan saling memuaskan", kata Dewi.
"Mas Ardy membutuhkan tubuh kami sedang kami membutuhkan kejantananmu."
"Hahaa.." bertiga kami tertawa bareng.

Fenny yang sudah duduk di pahaku merapatkan tubuhnya. Kemaluanku yang sudah tegak tanpa halangan langsung menembus kemaluannya, bersarang sedalam-dalamnya. Ia segera menggoyang pantatnya dengan liar sambil melenguh-lenguh nikmat. Kedua buah dadanya diarahkan ke mulutku. Dengan buas kuterkam keduah buah dada yang bergoyang-goyang itu. Fenny mengerang keras. Nafsunya semakin melonjak mendekati orgasme.

Ia semakin liar. Kepalaku ditekan keras-keras ke dadanya sehingga terbenam di buah dadanya yang empuk. Sementara itu, Dewi juga terus menekan-nekan dadanya ke arah punggungku. Jadinya dua pasang buah dada sungguh memanjakanku. Huu.. Seru! Fenny yang sudah terangsang hebat cepat sekali mencapai orgasmenya. Badannya mengejang-ngejang diiringi erangan kenikmatan.

"Auu.. Mas!" jerit Fenny seraya mengerkah bahuku.

Jeritan kenikmatannya tersekat di sana. Untuk beberapa saat kami terdiam. Ia memelukku erat-erat menggapai kekuatan menahan deraan kenikmatan yang menerpa tubuhnya. Perlahan ia melepaskan tubuhku dan dengan lemas mencebur ke dalam bathtub yang sudah terisi air hangat.

"Sekarang giliranku, Mas", kata Dewi.

Ia langsung berdiri dan bersandar ke wastafel dan menaikkan pantatnya, siap menerima batang kejantananku dalam doggy style penetration. Sejenak aku menikmati bayangan indah di cermin. Rambut Dewi yang panjang dan awut-awutan itu menggantung. Matanya tertutup sambil agak menengadah. Bibirnya yang merah mungil itu agak terbuka, menghiasi wajahnya yang cantik.

Wajah itu jelas memancarkan gelora birahi yang menggila dan butuh pemuasan. Buah dadanya yang ranum besar itu menggelantung dengan indahnya, bergerak naik turun seirama nafasnya yang memburu. Tangannya bertumpu pada tepi wastafel. Pahanya sudah membuka lebar, memperlihatkan celah kemaluannya yang seperti berteriak tak sabar. Rambut kemaluannya yang basah itu melekat di pinggir mulut gua gelap itu.

Aku mendekatinya. Tanganku menyapu lembut kulit pantatnya yang mulus tapi padat. Dari bayangan cermin kulihat Dewi menggigit bibirnya dan menahan napas, tak sabar menanti penetrasi batang kejantananku. Tanganku melingkari kedua pahanya lalu kuarahkan kemaluanku ke lubang kenikmatannya. Perlahan-lahan ujung kemaluanku yang melebar dan berwarna merah mengkilap itu menerobosi kemaluannya. Dewi mendongak dan dari mulutnya terdengar desisan liar. Sejenak aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya lalu mendadak aku menghentakkan pantatku keras ke depan. Sehingga terbenamlah seluruh batang kejantananku di liang kewanitaannya.

"Aacchh..!!", Dewi mengerang keras.

Aku menjambak rambutnya sehingga wajah yang cantik itu mendongak ke atas. Sambil terus menggenjot kemaluannya, aku menikmati perubahan mimik wajahnya menahan rasa nikmat yang bergelora dan menjalari seluruh tubuhnya. Wajahnya yang memerah itu dialiri butiran-butiran keringat. Kedua buah dadanya berguncang-guncang seirama dengan gerakan keluar masuk kemaluanku di liang nikmatnya.

Bunyi kecipak cairan vaginanya terdengar merdu berirama, diiringi desahan dan lenguhan yang terus menerus keluar dari mulutnya yang mungil. Melihat itu aku semakin bernafsu. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kemaluanku terasa semakin membesar dan memanjang. Erangan dan lenguhan Dewi berubah menjadi jeritan histeris penuh birahi yang meledak-ledak.

"Oohh..! Lebih keras!" jerit Dewi.
"Ayo, cepat. Cepat. Lebih keras lagii!"

Keringatku deras menetesi pungguh dan dadaku. Wajahku pun telah basah oleh keringat. Rambut Dewi semakin keras kusentak. Kepalanya semakin mendongak. Dan dengan satu sentakan keras, aku membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya. Dewi menjerit karena orgasme yang menggelora. Kusentakkan tubuh Dewi ke atas. Kedua tanganku menggapai kedua buah dadanya dan meremas-remas dengan penuh nafsu. Ia pun menghentakkan pantatnya ke belakang agar lebih penuh menerima batang kemaluanku. Pantatnya bergetar hebat. Aku menggeram seperti singa lapar.

Di saat itulah kurasakan spermaku menyemprot dengan derasnya ke dalam rahim Dewi. Rasanya tak ada habis-habisnya. Dinding-dinding vagina Dewi menjepit kemaluanku. Rasanya seperti terpilin-pilin. Tangan Dewi melemah dan ia pun merebahkan dirinya di atas keramik lebar samping wastafel. Aku pun rubuh menindih tubuhnya. Beberapa lama kami diam di tempat dengan kelamin yang tetap bersatu sepenuhnya, menggeletar dan mengejang, mereguk segala kenikmatan yang hanya dapat ditemukan dalam persetubuhan.

"Udah waktunya mandi, Mas, Mbak Dewi", kata-kata Fenny menyadarkan kami berdua.

Aku membimbing Dewi yang masih lemas didera rasa nikmat orgasmenya. Bertiga kami berendam di dalam bathtub mewah dalam kamar mandi Mei yang lapang ini. Dengan penuh kelembutan keduanya memandikanku, membersihkan seluruh peluh yang melekat di badanku, mencuci bersih kemaluanku.

Benar kata Yen. Dewi dan Fenny tidak mengecewakan. Malah harus kuakui, permainan seks kedua wanita ini jauh lebih menggairahkan. Menikmati tubuh keduanya saja sudah begini menyenangkan. Bagaimana kalau mereka berempat, Mei dan Yen serta Dewi dan Fenny bersama-sama melayani dalam semalam? Sesudah malam ini, hari-hari selanjutnya pasti akan sangat menyenangkan.

Bagai mendapat durian runtuh, demikian kata pepatah lama. Bagaimana tidak. Empat wanita Cina yang cantik bermata sipit dengan tubuh yang montok dan bahenol siap aku setubuhi kapan saja. Ooh, betapa beruntungnya aku.

"Mikiran apa, ayo", kata Fenny membuyarkan lamunanku. Ia tersenyum.
"Aku berpikir, gimana rasanya kalau dalam semalam aku menyetubuhi kalian berdua serta Mei dan Yen bergantian ya?" kataku.
"Ih maunya", sahut Fenny.
"Itu bisa saja, Mas", sahut Dewi sambil menyiramkan air hangat ke bahuku.
"Mei dan Yen udah berencana kok. Pasti kita akan main berlima. Aku yakin, Mas Ardy tidak keberatan. Ya kan?"
"Siapa yang nolak", sahutku.
"Apalagi dilayani oleh empat wanita Cina yang cantik-cantik dan montok-montok ini."
"Itulah manfaatnya mempunyai sahabat", sahut Fenny.
"Bisa berbagi suka dan duka."
"Benar kata Fenny", timpal Dewi.
"Kami semua mapan secara ekonomis. Begitu juga karier. Selama ini kami tidak pernah merasa perlu berbagi kegembiraan. Sekarang semua itu terjadi, berkat bantuan Mas Ardy. Karena di sini kami berempat telah berbagi kenikmatan!"
"Jadi inikah makna persabahatan itu?" tanyaku dalam hati.

Apapun jawabannya aku tidak peduli. Malam itu sungguh menjadi malam yang tak terlupakan. Kami bersetubuh sampai pagi, sama-sama tidak menyia-nyiakan kesempatan membagi rasa nikmat hubungan kelamin satu sama lain.

Pagi hari, Mei dan Yen kembali. Setelah menyelesaikan ronde terakhir persetubuhan pagi itu, kami bertiga bergabung dengan Mei dan Yen menikmati sarapan pagi. Wajah Dewi dan Fenny terlihat sayu karena kurang tidur tetapi jelas berbinar-binar karena kepuasan yang telah mereka peroleh.

"Kho Ardy", kata Yen.
"Benarkan kataku kalau aku ini sahabat sejati. Sesuatu yang indah dan nikmat itu kalau dibagi-bagi akan menjadi lebih indah dan nikmat."
"Betul kata Yen", tambah Mei.
"Tapi malam ini milik aku dan Yen, kan?
"Tentu", sahutku pendek sambil menyeruput kopiku.
"Pokoknya mulai sekarang, kapan saya Mas Ardy pengen, kami pasti bersedia", tambah Fenny.
"Kecuali kalau lagi menstruasi tentunya. He.. He.. He.."
"Gimana Dewi?" tanyaku.
"Aku setuju", sahut Dewi.
"Sahabat sejati selalu memberikan yang terbaik kepada para sahabatnya. Kami berempat adalah teman-teman lama. Kini menjadi berlima bersama Mas Ardy. Orang lain saling membagi harta dan ceritera. Kita saling membagi rasa nikmat hubungan kelamin. Kami berempat ini milikmu. Gimana?"
"Setujuu..!!" sahut Mei, Yen dan Fenny.

Aku hanya tersenyum bangga. Mataku menatap langit-langit diiringi derai tawa keempat wanita cantik nan bahenol itu. Ada makna baru persahabatan bagiku sekarang!

Kumpulan foto cewek cantikfoto cewek bugil, gambar cewek ABG, cewek imut, cewek sekolah, dan foto cewek sexy  semua ada disini. Yang suka cerita panascerita sekscerita mesum juga ada. Semua bacolan lengkap tersaji disini. bacolable.blogspot.com
Read more